Sabtu, 12 April 2014

FanFic - Why So Serious?

Why~ so~ serious~? <-- anggap aja lagunya SHINee - Why So Serious =J=

Yeah, satu lagi fanfic humanized setelah yang ini~

Notes and warnings:
  • Daigunder belongs to Takara.
  • Genre: friendship + humor
  • Rating: K+ ato T
  • Chara robot di sini di-humanized semua (termasuk keberadaan Megane!Ginzan~)
  • High school AU.
  • Gaje, humor garing, dan kesalahan lainnya bisa muncul!
Summary:
Rempong memang, kalau harus ngurusin dua troublemaker sekaligus; mungkin inilah yang akan dikatakan Ginzan kalau seandainya ia dimintai pendapat soal Tiga-Rouga di sekolah.
Enjoy, minna!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Pelan-pelan, bro! Nanti kita ketahuan!" "O-oke, bro... ADUH!" Si calon korban segera berbalik dan dilihatnya dua pemuda sebayanya berada di dekat pintu kamarnya, salah satunya meringis kesakitan karena telapak kakinya mencium sekrup kecil tanpa ia sadari.



"Mau apa kalian? Jangan ganggu orang yang lagi ngerjain tugas, ne?" ucap si calon korban yang diketahui bernama Ginzan itu. Kedua matanya pun menatap tajam dua pemuda yang kini sedang meringis keledai itu, yang satu bernama Tigamaru dan satunya lagi bernama Rougamaru.



"Fufufu~ Lu baru ngebaca pikiran kami, ne~?" tanya Tigamaru sambil pasang muka (sok) inosen.



"...Tidak juga...," jawab Ginzan datar, beralih ke tugas rumahnya. "Kalian sendiri kenapa gak kapok-kapok ngerjain orang, sih? Kemarin saja kalian baru dihukum push-up 50 kali gegara sembunyikan buku fisikaku, apa gak cukup untuk ngebuat kalian jera, begitu?" lanjutnya.



"Kami cuma bosan, degozaru yo~" jawab Rougamaru dengan tampang yang berubah keuke-ukean.



"Emang dasar kalian..., kayak gak ada kerjaan lain aja...," ucap Ginzan dingin plus deathglare yang sukses membuat Tigamaru dan Rougamaru mematung di tempat. Mereka bahkan merasa ada yang salah dengan si jabrik ungu itu. "Ya udah, keluar dari kamarku sana!" lanjutnya sambil membetulkan posisi kacamatanya. Kata-katanya pun diikuti oleh dua laki-laki tersebut.



Ya, di antara trio asuhan Profesor Deikun itu, cuma Ginzan yang serius ngerjain tugas-tugasnya dan selebihnya malah main-main. Entah apa yang sudah membuatnya jadi seserius ini, namun yang pasti dia bukan habis diintimidasi DragoBurst ataupun ketularan sifatnya Haruka kalo dapat tugas rumah yang susahnya na'uzubillāh. Demikianlah yang dipikirkan Tigamaru dan Rougamaru sembari melangkah pergi dari kamar Ginzan.



Saking bosannya, mereka menyusun rencana untuk meramaikan suasana. Bakar asrama, ya enggak lah~ Inilah yang mereka rencanakan: mereka mengambil galon plus sepasang tutup panci plus sendok sayur di dapur. Lalu...



1 detik...



2 detik...



3 detik...



"GAWAT!! ADA MALING!! MALING!!" Seisi koridor asrama yang hening nan sepi tiba-tiba diisi getaran-getaran menyebalkan dari alat-alat dapur tersebut seenaknya. Sekejap saja para penghuni asrama berhamburan keluar bak semut yang panik lantaran sarangnya ditiup seenak udelnya.



"Maling?! Di mana?!" pekik salah satu penghuni asrama bernama BoneRex yang sudah siaga dengan parangnya, namun yang dilihatnya hanya penghuni kamar lain dengan wajah yang sama-sama kelewat horor dan juga duo pembuat onar yang kini ngakak gegulingan di lantai.



"Iya, tadi bilangnya ada maling, 'kan? Kenapa kalian malah ngakak?!" timpal penghuni kamar lain, Bullion, dengan wajah yang terlanjur basah oleh keringat dingin lantaran panik. Tigamaru yang mulai puas ngakak pun akhirnya angkat bicara, "Nyahaha..., malingnya ada di mimpi lu semua!!"



Ia dan Rougamaru masih sibuk ngakak sampai-sampai mereka tidak menyadari keberadaan Ginzan di belakangnya, lengkap dengan revolver di tangannya. Wajahnya pun diselimuti aura suram nan horor, ditambah lagi kacamatanya yang memantulkan cahaya lampu dengan jelasnya dan tatapan membunuh dari iris violetnya; komplit sudah kemunculan menakutkan á la Ginzan.



"...Jadi, kalian masih belum puas bikin heboh, ya...?" ucapnya kemudian.



"Bwahaha..., lu betul sekali, Gin... eh?!" Rougamaru membalikkan wajahnya dan terlihatlah Ginzan yang sudah mendekatkan moncong revolvernya ke wajah si inu-face ini. Ekspresi mereka bertambah horor begitu melihat evil smirk-nya.



Tiba-tiba Ginzan tersentak karena ia merasakan sensasi yang cukup mengejutkan di punggungnya. Segera saja ia berbalik dan dilihatnya dua anak laki-laki yang kira-kira enam tahun lebih muda darinya, dengan suara 'hoaem...' yang keluar dari lisannya.



"Akira? Ryugu? Ya ampun, kalian ini bikin kaget saja, sih...,"



"Ada apa sih, ribut-ribut begini...?" tanya anak laki-laki yang bernama Akira itu. Sedangkan temannya yang bernama Ryugu ikut menimpali, "Iya, nii-san. Padahal lagi mimpi ngomong bahasa Mandarin...," Ginzan diam saja sambil memikirkan betapa kasihannya mereka karena dipaksa bangun malam-malam gara-gara keributan barusan. Kemudian ia mengambil posisi jongkok menghadap mereka.



"...Maaf ya, otouto-san.... Tadi itu ulahnya Tigamaru dan Rougamaru, tapi aku sudah tangani mereka...," ujar Ginzan sambil menepuk pundak Ryugu.



"...Tapi kalau kami lihat, sepertinya onii-san sendiri yang terlalu serius...," Pik! Ucapan polos Akira sukses membuat Ginzan sweatdrop seketika. Dari titik yang tidak begitu jauh Tigamaru menyahut, "Akira-chan benar, Ginzan! Mending kita balik ke kamar, tidur yuk!"



"Kalo mau tidur, tidur duluan aja sana!" jawab Ginzan datar. Nampaknya ia masih tidak percaya ucapan Akira barusan. Akhirnya Ryugu juga ikut bicara dengan polosnya juga, "...Kok onii-san diam saja...?"



Belum selesai ia bicara, tiba-tiba seorang laki-laki tua muncul dari belakang mereka. Terlihat oleh laki-laki itu para penghuni kamar asrama yang masih berdiri di koridor.



"Lho? Jii-chan ngapain ke sini?" ucap Akira begitu melihat laki-laki yang dipanggil Profesor Hajime itu.



"Ada keributan apa di sini?" tanya laki-laki itu begitu melihat suasana koridor yang dipenuhi wajah-wajah horor, atau wajah-wajah kesal gara-gara ulah Tigamaru dan Rougamaru.



"Akhirnya kau datang juga, Hajime-sensei. Lihat, mereka dalangnya keributan ini!" jawab Ginzan sambil menunjuk Tiga-Rouga. Namun, yang diajak bicara hanya mengujar, "Oalah~ kalau mereka, sih, tidak mengapa...," Prek! Ginzan dibuat double-sweatdrop mendengarnya. Payah memang kalau tahu dia terbiasa dengan keusilan Tiga-Rouga, pikirnya.



"Ya sudah, kalian semua kembalilah ke kamar masing-masing! Ayo tidur!" Ucapan dari Profesor Hajime sukses diikuti semua penghuni asrama, minus Ginzan yang masih membatu di koridor. Setelah beberapa saat, akhirnya ia masuk kembali ke kamarnya sambil menghela nafas berat.



"Kami-sama..., kenapa malah jadi begini, sih...?" gumamnya sembari menjatuhkan diri di ranjangnya.



---



BRAK! Pintu kamar Tiga-Rouga digedor dengan tidak berperikepintuan (?). Sontak saja empunya kamar itu melompat kaget. Karena mengira di luar ada rampok, Rougamaru langsung memeluk Tigamaru yang sudah merinding disko (?) lantaran takut.



"BUKA PINTUNYA, WOY! LU BERDUA MAU TIDUR SAMPE KAPAN, HAH?!" sahut si pembuat suara yang luar biasa sangar itu, siapa lagi kalo bukan pemuda jabrik ungu aka Ginzan itu?



"Ginzan no baka! Gak usah pake teriak-teriak juga, kalee-!!" "Betul, degozaru! Lu hampir ngebikin gendang telinga kami pecah, tahu?!" sahut mereka sambil membuka pintu kamar. Terlihatlah oleh mereka Ginzan yang sudah rapi dengan seragam khas Dai-gakuen plus tas ransel yang hinggap di punggungnya. Namun yang anehnya, wajahnya malah jadi setengah kusut setelah puas menggedor pintu kamar mereka.



"Ya ampun..., kalian malah baru bangun.... Eh, lu berdua pada gak lihat jam, ya? Tinggal 10 menit sebelum masuk kelas, lho!" ujar Ginzan sambil menunjuk jam yang sudah setahun menempel di dinding kamar.



"Hehehe..., sorry deh~ Maklum, kita masih ngantuk nih...," jawab Tigamaru, ditutup dengan suara 'hoaem' pelan dari rongga mulutnya.



"Alasan.... Dah, kalian pergi mandi sana! Biar gue aja yang atur barang-barang kalian ini," balas Ginzan sambil mendorong Tiga-Rouga keluar kamar. Segera saja mereka melangkah menuju kamar mandi terdekat. Tigamaru dan Rougamaru berbincang sembari melangkah ke tujuan mereka.



"Eh, bro. Pernah gak lu merasa kalo Ginzan itu sangar-sangar gitu, tapi buat kebaikan kita?" tanya Rougamaru.



"...Betul juga, sih.... Kalo menurutku, dia betul-betul serius ngurusi kita," jawab Tigamaru.



"Eeyup, dia serius dengan kita tapi kita malah sebaliknya...," ujar Rougamaru. Sebersit penyesalan nampaknya muncul di benak mereka.



Sementara itu, Ginzan masih sibuk mengatur barang-barang mereka di kamar yang kondisinya betul-betul persis kapal pecah, tapi sepertinya kondisi itu tidak ia pedulikan. Ia tetap melanjutkan urusannya sambil sesekali menyeka keringat yang sedari tadi membasahi wajahnya. Begitu selesai, ia segera bergegas keluar kamar.



Beberapa menit kemudian, Tigamaru dan Rougamaru yang sudah selesai mandi bergegas ke kamar mereka, namun apa yang mereka dapatkan? Ransel mereka tidak ada di dalam! Mengetahui itu, mereka langsung berganti pakaian tanpa peduli mereka sudah rapi atau tidak. Lalu, mereka bergegas keluar kamar untuk mencari tahu siapa pencurinya.



"Aduh..., gimana nih, bro? Ada yang nyolong tas kita!" tanya Tigamaru dengan paniknya. Rougamaru hanya membalas, "Mana gue tahu! Mending kita cari dulu, deh!" Di saat yang sama, mereka bertemu Profesor Deikun.



"Deikun-sensei, tadi lihat tas kami, tidak?" "Iya, tas kami hilang di kamar!"



"Oh..., itu.... Coba kalian cek ke kelas dulu. Lalu, kenapa kalian baru keluar? Pelajaran jam pertama sudah mulai, lho!" balas Profesor Deikun. Ia melanjutkan, "Kalian belum ke kelas itulah makanya aku mencari kalian...,"



"Oh..., terima kasih banyak kalau begitu. Kami jalan ke kelas dulu!" sahut Tiga-Rouga sambil bergegas ke kelas. Begitu tiba di kelas, terlihatlah oleh mereka dua tas ransel yang tergeletak di bangku mereka. Akhirnya mereka sadar kalau Ginzan bukan hanya mengatur barang-barang mereka, tapi juga membawakannya ke kelas. Untung gurunya belum datang, gumamnya lagi.



"Lho, Ginzan pada ke mana, ya? Kok dia gak ada di bangkunya?"ucap Rougamaru pada salah satu teman sekelasnya begitu melihat bangku Ginzan yang kosong melompong. Yang diajak bicara diam saja.



"Heh, jangan diem aja! Apa ada apa-apa dengannya?" seru Tigamaru tidak sabaran. Akhirnya temannya itu angkat bicara juga, "...Itu..., tadi Ginzan...,"



"JAWAB!!" "Jangan motong omongan orang, woy!! Tadi dia pingsan di bangkunya, baka!!" Deg! Jantung mereka seperti berhenti berdetak mendengar jawabannya barusan.



"...Na-nani? Pingsan katamu...?" tanya Tigamaru lirih yang hanya direspon dengan anggukan dari temannya itu. Rougamaru ikut bertanya, "Di mana dia sekarang?" "Udah dibawa ke klinik sekolah,"



Tanpa banyak mulut lagi, Tigamaru dan Rougamaru langsung menuju ke tempat yang dimaksud. Setibanya di sana, mereka bertemu salah satu staf klinik bernama dr. Bridget. Segera saja mereka bertanya padanya, "Maaf, Dok. Apa di dalam ada Ginzan?" dr. Bridget hanya tersenyum lembut sambil menjawab, "Ada. Kalau kalian mau nengok dia, masuk saja,"



Mereka pun masuk ke ruangan klinik itu. Dilihatnya seorang pemuda yang terbaring lemas di ranjang dengan wajah yang sedikit pucat. Dengan keberadaan sepasang kacamata di meja di dekat ranjang itu mereka sudah menduga kalau itu memang Ginzan. Pelan-pelan mereka menghampirinya.



Ketika mereka sudah berada sekitar setengah meter dari ranjang, tiba-tiba Ginzan terbangun. "Tigamaru? Rougamaru? Kenapa kalian kemari? Gak masuk kelas?"



"Ano..., kami mau minta maaf...," "Iya, kami sudah ngebuat lu jadi gini...," Mendengar itu, Ginzan hanya tersenyum kikuk sambil berkata, "Ahaha..., gak perlu begitu juga.... Mungkin gue aja yang selama ini terlalu serius...,"



"Ah? Masa'?" tanya Rougamaru bingung.



"Iya..., kalo perlu lu berdua salahin aja mereka yang bikin tugas ampe bejibun begini,"



"Jadi, lu gak marah sama kita?" tanya Tigamaru berbinar-binar. Dengan nada dingin dan aura seram di sekitarnya Ginzan menjawab, "...Gue gak bilang kalo gue gak marah sama lu, baka!"



"Sstt..., mending kita cabut aja yuk! Nanti dia tambah gila...," bisik Rougamaru, mengajak Tigamaru keluar dari klinik lantaran ia sudah merasakan hawa menakutkan dari Ginzan. Baru saja mereka akan mengangkat kaki, Ginzan justru menyahut, "Kalo gue sembuh, ajak gue jalan-jalan ke mana gitu, oke? Kayaknya gue lemes gini gegara gue kecapekan akhir-akhir ini,"



Mendengar itu, Tiga-Rouga menengok ke belakang, dan telihat oleh mereka sebuah senyuman tulus yang terukir di wajah Ginzan.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dah, tuh aja #ngek

0 komentar:

Posting Komentar