Yep, entah kenapa ane ngerasa judulnya kurang pas dengan isinya, ya? Anyway, gue bikin fanfic ini gegara dengar lagunya MBLAQ - It's War. Bukan soal isinya, tapi iramanya itu loh..., suasana perangnya nge-jleb (?) betul~ >o<
Well, langsung ke N&W-nya! :D
Well, langsung ke N&W-nya! :D
Notes and warnings:
- Dragon Warrior belongs to Bai Yi Animations.
- Genre: friendship + tragedy
gagal... - Rating: barangkali T (soalnya anak-anak mungkin saja gak ngerti isinya... ^^")
- Chara non-human di sini di-humanized semua.
- Official name used.
- QiuMil friendship, chara death inside... D:
- Civil war AU.
- Ada kemungkinan OOC, diksi gak jelas, etc.
Kutemui wajah polos itu di sebuah sel. Baru sehari sejak itu, ia menghilang. Dan begitu kuhirup udara bebas nan tenteram, aku justru menemuinya di antara barisan batu nisan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Ayo masuk!!" bentak seorang
penjaga sel sambil mendorongku sampai jatuh. Tidak, aku tidak sedikitpun
berbuat jahat, hanya saja aku yang tertangkap musuh dan kemudian menyandang
predikat 'tawanan'. Aku dijadikan tawanan karena aku kepergok berkeliaran di jalanan
sambil membawa tombak, dengan tujuan menyerang musuh tentunya. Saat itu
semangatku memang berapi-api, namun akhirnya aku serasa kehilangan kekuatan
saat aku tertangkap tadi.
Ruangan yang aku masuki adalah sebuah
ruangan pengap dengan dinding yang catnya mulai memudar dan dihiasi dengan
berbagai coretan yang dibuat oleh para penghuni sel ini sebagai pertentangan
terhadap seorang pemimpin negeri kami yang sewenang-wenang. Memikirkannya saja
sudah membuat kepalaku panas. Selain itu, terlihat seseorang berambut violet
sedang duduk sambil sibuk menyantap marshmallow-nya. Wajahnya pun terlihat
ceria begitu mengetahui aku berada di sel yang sama dengannya.
"Halo, teman! Aku sungguh senang
bertemu denganmu," katanya, masih dengan keceriaan yang muncul dari
wajahnya. Aku jadi bingung, bagaimana bisa seseorang yang baru pertama kali
bertemu denganku bicara seakan-akan dia kenal dekat denganku. Akhirnya sambil
tersenyum kikuk kurespon omongannya, "...Senang bertemu denganmu juga,
qiu...,"
"Kau dijadikan tawanan juga,
ya?" tanyanya antusias.
"Iya, karena aku
memberontak...," jawabku sambil menunduk kecewa. Mendengar itu, ia hanya
membalas, "Wah, berarti kita senasib, ya?" Oke, aku jadi semakin
bingung karena ia malah mengatakannya sambil tersenyum lebar, seolah-olah ia
senang berada di tempat ini. Dengan ekspresi demikianlah aku bertanya,
"Kau sudah lama jadi tawanan di sini?" "Itu benar, makanya aku
jadi terbiasa,"
"Ngomong-ngomong, kita 'kan belum
kenalan? Siapa namamu?" lanjutnya. Kujawab, "Namaku Qiu Bi, kau
sendiri siapa, qiu?" "Panggil saja aku Milla. Kalau kita bicara soal
namamu, itu sebabnya kau dari tadi bilang 'qiu', ya?" Aku hanya mengangguk
pelan. Ia pun menyodorkan beberapa buah marshmallow-nya, "Mau marshmallow?
Ini enak sekali!" Tanpa mengatakan apapun langsung kucomot satu dari
tangannya.
Kugigit marshmallow itu, lalu
mengunyahnya perlahan dan kemudian menelannya. Entah kenapa amarahku yang
campur aduk dengan rasa pasrah langsung hilang perlahan, dan perasaanku jadi
tenang karenanya. Tekstur lembut dari marshmallow itu yang menyebabkan hal
demikian.
"Bagaimana? Enak, 'kan?" tanya
Milla begitu melihat wajahku yang perlahan berbinar. "Iya, kau
benar!" Lagi-lagi ia tersenyum lebar mendengar jawabanku. Baru pertama
kali aku menikmati keadaan seperti ini di dalam sel – kesejukan yang
menghilangkan segala bentuk amarah.
---
Satu minggu berlalu, aku menjalani
kehidupan seperti biasanya, hanya saja sebagai tawanan. Namun, aku menjalaninya
dengan perasaan yang tenang sejak pertemuanku dengan Milla. Anehnya, kulihat ia
selalu menyantap permen empuk nan lembut itu. Sepertinya ia tidak bosan-bosan
memakannya.
"Hei, apa kau tidak jenuh makan
marshmallow terus, qiu?" tanyaku.
"Tentu saja tidak, karena ini
mengingatkanku dengan teman lamaku, namanya Zhi Yuan. Dulu, dia sering
membelikanku sebungkus marshmallow untukku dan untuk adiknya, Zhi Tao. Tapi,
dia...," Wajahnya berubah suram. Lalu, aku bertanya, "Ada apa
dengannya?"
"...Dia sudah menghilang bersama
adiknya dua tahun lalu, entah mereka masih hidup atau tidak...," jawabnya
sambil menitikkan air mata. Aku menepuk bahunya supaya ia lebih tenang. Entah
bagaimana, aku jadi teringat seseorang yang sudah kuanggap kakak. Tiba-tiba
Milla berkata sambil menyeka air matanya, "Tapi tak mengapa, karena
sekarang aku tidak kesepian lagi...,"
Oh, berbicara soal teman yang dianggap
kakak, akhirnya aku juga bercerita, "Dulu aku juga punya teman dekat,
sampai-sampai dia kuanggap kakakku sendiri, namanya Hinas. Dia baik seperti
temanmu itu, qiu...,"
"Apa dia sering membelikanmu
marshmallow juga?" tanya Milla dengan wajah innocent.
"Tidak, tapi dia selalu menjagaku.
Pokoknya kami jadi seperti kakak adiklah...," "Lalu, apa yang terjadi
dengannya?"
Suasana dalam sel menjadi senyap sampai
aku menjawab, "...Dia tewas tertusuk bayonet enam bulan lalu...,"
Mendengar jawabanku, Milla jadi bergidik ngeri, tepat seperti yang kuduga.
Lalu, ia merespon, "Nampaknya aku harus bersyukur karena insiden yang
terjadi pada Zhi Yuan dan adiknya tidak semengerikan temanmu...," Aku
hanya tertawa geli mendengarnya.
"Oh iya, aku bawakan sesuatu
buatmu," ucap Milla sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Ini
buatmu! Aku membuatnya sebagai tanda persahabatan kita," lanjutnya sambil
menyodorkan sepasang sarung tangan berwarna kuning keemasan padaku. Kuambil
sarung tangan itu sambil membalas, "Wow, warnanya keren sekali, qiu!
Terima kasih, Milla!" "Sama-sama! Aku masih punya sisa marshmallow
tadi siang, mau?" Mendengar itu, aku mengiyakan tawarannya.
---
Keesokan paginya di sel tempat aku
ditawan, mataku baru saja terbuka sepenuhnya saat jeruji sel itu terbuka
lebar-lebar. Kuarahkan pandangan mataku ke mana-mana, tapi tidak ada seorangpun
di dalam sel, bahkan Milla juga tidak ada di sini. Beberapa lama kemudian,
pandanganku terfokus ke salah satu penjaga sel yang sedang mengunci kembali
jerujinya lalu kutanyakan padanya, "Maaf, apakah tadi Anda melihat
seseorang yang satu sel denganku?" "Tidak, waktu aku kemari, pintu
jerujinya sudah terbuka,"
Mendengar jawaban sang penjaga sel,
tiba-tiba aku teringat Milla. Apa mungkin ia sudah kabur lebih dulu? Tunggu...,
Kabur lebih dulu?! Tanpa membawaku ikut
serta?! Sialan, apa yang sebenarnya ia pikirkan?! Padahal katanya ia ingin
bersahabat denganku, kenapa ia malah meninggalkanku sendirian dalam sel pengap
ini?! Ingin rasanya aku membenturkan kepalaku sekeras-kerasnya ke tembok sel.
Dengan amarah yang nyaris tidak bisa ditahan lagi, aku terduduk lemas di sudut
sel sambil mengacak-acak rambutku.
Saat aku masih bergulat dengan amarahku sendiri,
tiba-tiba terdengar teriakan dari luar jendela, "Perhatian!! Seorang
tawanan baru saja kabur dari sel! Semua pasukan harap berkumpul di
lapangan!" Dengan rasa penasaran, aku berjalan ke jendela sel itu.
Terlihat sekompi pasukan bersenjata berkumpul di lapangan.
"Komandan! Ada seorang tawanan yang
kabur dari sel! Dia adalah pemimpin pasukan pemberontak di sini!" lapor
salah satu tentara sambil menunjukkan foto seseorang. Sebentar, sepertinya aku
kenal orang yang ada di foto itu..., itu 'kan Milla?! Ya Tuhan, mimpi apa aku
semalam sampai aku mengalami serangkaian peristiwa misterius nan aneh ini?!
"Baiklah, cari dia sampai ketemu!
Kemudian, langsung bawa dia kemari untuk selanjutnya diproses lebih
lanjut," Itulah yang dituturkan sang komandan. Payah, semakin lama
masalahnya semakin membingungkan saja.... Kuputuskan untuk duduk sebentar
sambil menenangkan pikiranku yang dari tadi kusut ini, padahal masih pagi.
Sampai hari ketiga sejak perintah itu
dikeluarkan aku masih memikirkan keadaan Milla di luar sana. Oke, sekarang dua
pikiran yang berlawanan muncul tiba-tiba di otakku, yang satu
mengkhawatirkannya sedangkan satunya lagi masih sibuk mengutuknya sebagai
pengkhianat. Namun, kira-kira aneh atau tidak jika seseorang memikirkan dua hal
secara serentak?
"Permisi, ini makan siang untuk
Anda," ucapan yang dilontarkan seorang penjaga sel yang lain membuyarkan
pikiranku yang aneh-aneh ini. Tanpa banyak bicara lagi kusantap makan siang
itu, tapi entah bagaimana tiba-tiba pikiran tentang Milla dan sebungkus
marshmallow itu muncul lagi. Jadi, sambil makan kucoba hilangkan pikiran itu.
---
Dua bulan sudah berlalu, ini saat-saat
paling membahagiakan buatku. Kenapa? Revolusi sudah berhasil dilaksanakan dan
akhirnya kekuasaan sang pemimpin negeri kami yang sewenang-wenang itu berhasil
dibinasakan berkat kelompok pemberontak yang diketuai Milla itu. Tunggu dulu,
kenapa aku memikirkannya lagi? Ah, sudahlah; yang penting keadaan sudah lebih
stabil. Aku pun dikeluarkan dari sel sejak itu.
Ngomong-ngomong soal Milla, akhirnya
kucari dia di seluruh penjuru kota. Aku ingin minta maaf soal kejadian waktu
itu karena aku tahu dialah penyebab kestabilan ini. Sudah satu jam aku
mencarinya, namun hasilnya tetap nihil – sampai akhirnya aku bertemu beberapa
rekan seperjuangannya. Dengan wajah yang begitu khawatir aku bertanya,
"Anu, apakah kalian kelompok pemberontak itu, qiu?"
"Benar, ada perlu apa?" jawab
salah satunya.
"Begini, apa aku bisa bertemu dengan
ketuanya? Yang bernama Milla itu, qiu," tanyaku antusias. Tapi, kulihat ekspresi
mereka malah jadi tidak menyenangkan. Dengan ekspresi demikian, aku sempat
menduga ada sesuatu yang terjadi pada Milla.
"...Dia dieksekusi mati sebulan
lalu...," jawab mereka pelan. Jantungku serasa berhenti berdetak begitu
mendengar jawaban mereka. Aku sungguh tidak percaya akan hal ini. Ini pasti
bohong, 'kan?
"Kalau kau tidak percaya, akan
kuceritakan semuanya, kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri...,"
"Ayo
keluar!" Seorang tentara terlihat menyeret Milla keluar. "Kau akan
dieksekusi segera," Mendengar itu, ia hanya pasrah sambil berkata,
"...Sebelum itu, izinkan aku menitipkan sesuatu," "Apa
itu?"
Kemudian
ia mengeluarkan sebungkus kecil marshmallow dari kantongnya. "Carilah
seseorang dengan rambut kuning bergelombang, lalu tolong berikan ini
padanya," Tentara itu hanya menerimanya tanpa ekspresi, lalu membawa Milla
ke tempat terakhirnya – lapangan eksekusi.
Di
lapangan tempat ia akan dieksekusi, terlihat sekelompok penembak berbaris
secara horizontal. Sang tentara itu berkata kepada komandannya, "Komandan!
Ia berhasil kami tangkap!" "Baiklah, ikat dia sekarang. Eksekusi akan
segera dijalankan,"
Detik-detik
sebelum eksekusi, para penembak itu sudah mengambil ancang-ancang menembak,
menghadap Milla yang sudah terikat di sebuah tiang. Sebuah pertanyaan
dilontarkan oleh komandan, "Ada kata-kata terakhir?"
"...Untuk
Qiu Bi, aku minta maaf sudah meninggalkannya sendirian di dalam sel. Aku
sebenarnya tidak bermaksud begitu, aku ingin menjalankan revolusi untuknya. Itu
kulakukan karena dia mengingatkanku pada teman lamaku. Jika aku harus mati, aku
ingin bertemu teman lamanya juga...," ujar Milla, lagi-lagi sambil
menitikkan air mata, hanya saja kali ini ia tersenyum. "Itu saja,"
"Baiklah!
Segera lakukan eksekusi! Tembak!!" seru komandan itu. Sekejap saja,
puluhan peluru melesat dengan cepatnya, menembus tubuh pemuda berambut violet
itu. Dengan senyuman kecil di wajahnya yang semakin memucat itu, serangkaian
kata keluar dari mulutnya yang memerah karena darah, "...Maafkan aku, Qiu
Bi, jika aku mengecewakanmu...,"
Air mata terus mengalir, membasahi
wajahku yang mendadak pucat karena mendengar insiden demikian. Lantas, kuambil
bungkusan kecil dari kantongku. Ya, aku mendapatkannya sebulan lalu dari
seorang tentara yang sengaja mampir ke sel.
"Maaf,
ada perlu apa, qiu?" "Seseorang menitipkan ini untukmu, aku lupa
siapa namanya," Aku hanya terdiam sambil bungkusan itu darinya.
"Baiklah, terima kasih!"
Kubuka
bungkusan itu, isinya marshmallow yang masih utuh. Sudah kuduga, ini pasti dari
Milla. Dasar pengkhianat itu, untuk apa ia memberikannya padaku jika ia tidak
memikirkan kesengsaraanku selama di dalam sel?
"Ternyata benar dari Milla...,"
"Nah, kalau kau masih tidak percaya, kami ajak kau ke kuburnya. Ayo!"
ajak salah satu rekannya. Sengaja kuikuti mereka untuk memastikan apakah yang
mereka ceritakan itu benar atau tidak.
Setibanya di pemakaman, mereka berseru,
"Nah, itu dia tempatnya!" Segera, aku bergegas ke sebuah kubur dengan
sebuah nisan kayu yang tertancap di dekatnya. Di nisan itu memang tidak ada
tulisannya, tapi akhirnya aku mengenalinya dengan keberadaan sebilah katana di
dekatnya. Kata mereka, "Dia biasa membawa katana saat menjalankan
aksinya,"
Air mataku tumpah ruah seketika. Aku pun
mengutuk diriku sendiri yang sudah berpikir yang bukan-bukan tentang kepergian
Milla dari sel. Aku sungguh bodoh, kenapa aku malah menuduhnya sebagai
pengkhianat?! Rekan-rekannya pun kemudian meninggalkanku di pemakaman.
Tiba-tiba suara derap kaki mengalihkan
perhatianku. Aku berbalik dan terlihat seorang anak perempuan dan seorang anak
laki-laki kecil mendekatiku. Dari wajah mereka sudah bisa ditebak kalau mereka
juga sedang berkabung sepertiku.
"...Sudah terlambat, Zhi Tao...,
Milla sudah tidak bersama kita lagi...," ucap anak perempuan berambut
silver itu. Beberapa butir air juga berjatuhan dari matanya yang berwarna rubi
itu. Mendengar nama Zhi Tao, aku jadi teringat sesuatu, "Kau, kau yang
bernama Zhi Yuan itu? Temannya Milla?" anak perempuan itu hanya
mengangguk.
"Kami ditawan selama kira-kira dua
tahun. Saat kami dibebaskan seminggu lalu, kami ingin bertemu dengannya.
Tapi..., tak kusangka dia pergi secepat itu...," jelas Zhi Yuan dengan air
mata yang tidak bisa tertahan lagi, begitu juga dengan adik lelakinya, Zhi Tao.
"Kakak sendiri sedang apa di
sini?" tanya Zhi Tao pelan. "Kami lihat Kakak duduk sendirian di
sini...,"
"Aku punya tujuan yang sama dengan
kalian...," jawabku. Kemudian kupandangi nisan itu lagi, sambil membuka
bungkusan marshmallow yang kudapat saat itu dan meletakkan beberapa buah di
dekat nisan. "...Ini, kuberikan marshmallow ini sebagai permintaan maafku
padamu.... Maafkan aku, Milla...," Tanpa kusadari, ada bisikan yang
mengalun ke dalam telingaku, "Terima kasih, Qiu Bi.... Dan tolong jaga
teman-temanku baik-baik, aku sudah di sini bersama Hinas...,"
"Milla? Kaukah itu?" seruku
terkejut. Aku menengok ke sana kemari, namun tidak ada siapapun kecuali Zhi
Yuan dan Zhi Tao. Zhi Yuan yang bingung akan reaksiku bertanya, "Kenapa
denganmu?" "...Err, sepertinya cuma perasaanku...,"
"Apa maksudmu?" tanyanya, masih
bingung.
"Aku mendengar bisikan, sepertinya
dari Milla...," jawabku.
"Aku tidak dengar apapun di sini.
Mungkin itu cuma perasaanmu saja," ujarnya. "Daripada kita
terus-terusan meratap, lebih baik kita pulang...," aku mengangguk setuju,
kemudian kami meninggalkan pemakaman. Selama perjalanan, sambil memakai
sasarung tangan yang ia berikan tempo hari dari tadi aku terus bergumam, "Semoga
kau berada di alam sana dengan damai..., bersama mereka yang gugur dengan
alasan yang sama denganmu...,"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Info tambahan:
Ada beberapa representasi di dalamnya:
- "Pemimpin negeri yang sewenang-wenang" --> Naga Hitam.
- "Penjaga sel", "tentara" --> anak buahnya poin sebelumnya... :3
0 komentar:
Posting Komentar