Kamis, 13 Maret 2014

FanFic - Revolution for All

Yep, entah kenapa ane ngerasa judulnya kurang pas dengan isinya, ya? Anyway, gue bikin fanfic ini gegara dengar lagunya MBLAQ - It's War. Bukan soal isinya, tapi iramanya itu loh..., suasana perangnya nge-jleb (?) betul~ >o<

Well, langsung ke N&W-nya! :D

Notes and warnings:
  • Dragon Warrior belongs to Bai Yi Animations.
  • Genre: friendship + tragedy gagal...
  • Rating: barangkali T (soalnya anak-anak mungkin saja gak ngerti isinya... ^^")
  • Chara non-human di sini di-humanized semua.
  • Official name used.
  • QiuMil friendship, chara death inside... D:
  • Civil war AU.
  • Ada kemungkinan OOC, diksi gak jelas, etc. 
Summary:
Kutemui wajah polos itu di sebuah sel. Baru sehari sejak itu, ia menghilang. Dan begitu kuhirup udara bebas nan tenteram, aku justru menemuinya di antara barisan batu nisan.
Enjoy!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Ayo masuk!!" bentak seorang penjaga sel sambil mendorongku sampai jatuh. Tidak, aku tidak sedikitpun berbuat jahat, hanya saja aku yang tertangkap musuh dan kemudian menyandang predikat 'tawanan'. Aku dijadikan tawanan karena aku kepergok berkeliaran di jalanan sambil membawa tombak, dengan tujuan menyerang musuh tentunya. Saat itu semangatku memang berapi-api, namun akhirnya aku serasa kehilangan kekuatan saat aku tertangkap tadi.

Ruangan yang aku masuki adalah sebuah ruangan pengap dengan dinding yang catnya mulai memudar dan dihiasi dengan berbagai coretan yang dibuat oleh para penghuni sel ini sebagai pertentangan terhadap seorang pemimpin negeri kami yang sewenang-wenang. Memikirkannya saja sudah membuat kepalaku panas. Selain itu, terlihat seseorang berambut violet sedang duduk sambil sibuk menyantap marshmallow-nya. Wajahnya pun terlihat ceria begitu mengetahui aku berada di sel yang sama dengannya.

"Halo, teman! Aku sungguh senang bertemu denganmu," katanya, masih dengan keceriaan yang muncul dari wajahnya. Aku jadi bingung, bagaimana bisa seseorang yang baru pertama kali bertemu denganku bicara seakan-akan dia kenal dekat denganku. Akhirnya sambil tersenyum kikuk kurespon omongannya, "...Senang bertemu denganmu juga, qiu...,"

"Kau dijadikan tawanan juga, ya?" tanyanya antusias.

"Iya, karena aku memberontak...," jawabku sambil menunduk kecewa. Mendengar itu, ia hanya membalas, "Wah, berarti kita senasib, ya?" Oke, aku jadi semakin bingung karena ia malah mengatakannya sambil tersenyum lebar, seolah-olah ia senang berada di tempat ini. Dengan ekspresi demikianlah aku bertanya, "Kau sudah lama jadi tawanan di sini?" "Itu benar, makanya aku jadi terbiasa,"

"Ngomong-ngomong, kita 'kan belum kenalan? Siapa namamu?" lanjutnya. Kujawab, "Namaku Qiu Bi, kau sendiri siapa, qiu?" "Panggil saja aku Milla. Kalau kita bicara soal namamu, itu sebabnya kau dari tadi bilang 'qiu', ya?" Aku hanya mengangguk pelan. Ia pun menyodorkan beberapa buah marshmallow-nya, "Mau marshmallow? Ini enak sekali!" Tanpa mengatakan apapun langsung kucomot satu dari tangannya.

Kugigit marshmallow itu, lalu mengunyahnya perlahan dan kemudian menelannya. Entah kenapa amarahku yang campur aduk dengan rasa pasrah langsung hilang perlahan, dan perasaanku jadi tenang karenanya. Tekstur lembut dari marshmallow itu yang menyebabkan hal demikian.

"Bagaimana? Enak, 'kan?" tanya Milla begitu melihat wajahku yang perlahan berbinar. "Iya, kau benar!" Lagi-lagi ia tersenyum lebar mendengar jawabanku. Baru pertama kali aku menikmati keadaan seperti ini di dalam sel – kesejukan yang menghilangkan segala bentuk amarah.

---

Satu minggu berlalu, aku menjalani kehidupan seperti biasanya, hanya saja sebagai tawanan. Namun, aku menjalaninya dengan perasaan yang tenang sejak pertemuanku dengan Milla. Anehnya, kulihat ia selalu menyantap permen empuk nan lembut itu. Sepertinya ia tidak bosan-bosan memakannya.

"Hei, apa kau tidak jenuh makan marshmallow terus, qiu?" tanyaku.

"Tentu saja tidak, karena ini mengingatkanku dengan teman lamaku, namanya Zhi Yuan. Dulu, dia sering membelikanku sebungkus marshmallow untukku dan untuk adiknya, Zhi Tao. Tapi, dia...," Wajahnya berubah suram. Lalu, aku bertanya, "Ada apa dengannya?"

"...Dia sudah menghilang bersama adiknya dua tahun lalu, entah mereka masih hidup atau tidak...," jawabnya sambil menitikkan air mata. Aku menepuk bahunya supaya ia lebih tenang. Entah bagaimana, aku jadi teringat seseorang yang sudah kuanggap kakak. Tiba-tiba Milla berkata sambil menyeka air matanya, "Tapi tak mengapa, karena sekarang aku tidak kesepian lagi...,"

Oh, berbicara soal teman yang dianggap kakak, akhirnya aku juga bercerita, "Dulu aku juga punya teman dekat, sampai-sampai dia kuanggap kakakku sendiri, namanya Hinas. Dia baik seperti temanmu itu, qiu...,"

"Apa dia sering membelikanmu marshmallow juga?" tanya Milla dengan wajah innocent.

"Tidak, tapi dia selalu menjagaku. Pokoknya kami jadi seperti kakak adiklah...," "Lalu, apa yang terjadi dengannya?"

Suasana dalam sel menjadi senyap sampai aku menjawab, "...Dia tewas tertusuk bayonet enam bulan lalu...," Mendengar jawabanku, Milla jadi bergidik ngeri, tepat seperti yang kuduga. Lalu, ia merespon, "Nampaknya aku harus bersyukur karena insiden yang terjadi pada Zhi Yuan dan adiknya tidak semengerikan temanmu...," Aku hanya tertawa geli mendengarnya.

"Oh iya, aku bawakan sesuatu buatmu," ucap Milla sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Ini buatmu! Aku membuatnya sebagai tanda persahabatan kita," lanjutnya sambil menyodorkan sepasang sarung tangan berwarna kuning keemasan padaku. Kuambil sarung tangan itu sambil membalas, "Wow, warnanya keren sekali, qiu! Terima kasih, Milla!" "Sama-sama! Aku masih punya sisa marshmallow tadi siang, mau?" Mendengar itu, aku mengiyakan tawarannya.

---

Keesokan paginya di sel tempat aku ditawan, mataku baru saja terbuka sepenuhnya saat jeruji sel itu terbuka lebar-lebar. Kuarahkan pandangan mataku ke mana-mana, tapi tidak ada seorangpun di dalam sel, bahkan Milla juga tidak ada di sini. Beberapa lama kemudian, pandanganku terfokus ke salah satu penjaga sel yang sedang mengunci kembali jerujinya lalu kutanyakan padanya, "Maaf, apakah tadi Anda melihat seseorang yang satu sel denganku?" "Tidak, waktu aku kemari, pintu jerujinya sudah terbuka,"

Mendengar jawaban sang penjaga sel, tiba-tiba aku teringat Milla. Apa mungkin ia sudah kabur lebih dulu? Tunggu...,

Kabur lebih dulu?! Tanpa membawaku ikut serta?! Sialan, apa yang sebenarnya ia pikirkan?! Padahal katanya ia ingin bersahabat denganku, kenapa ia malah meninggalkanku sendirian dalam sel pengap ini?! Ingin rasanya aku membenturkan kepalaku sekeras-kerasnya ke tembok sel. Dengan amarah yang nyaris tidak bisa ditahan lagi, aku terduduk lemas di sudut sel sambil mengacak-acak rambutku.

Saat aku masih bergulat dengan amarahku sendiri, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar jendela, "Perhatian!! Seorang tawanan baru saja kabur dari sel! Semua pasukan harap berkumpul di lapangan!" Dengan rasa penasaran, aku berjalan ke jendela sel itu. Terlihat sekompi pasukan bersenjata berkumpul di lapangan.

"Komandan! Ada seorang tawanan yang kabur dari sel! Dia adalah pemimpin pasukan pemberontak di sini!" lapor salah satu tentara sambil menunjukkan foto seseorang. Sebentar, sepertinya aku kenal orang yang ada di foto itu..., itu 'kan Milla?! Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam sampai aku mengalami serangkaian peristiwa misterius nan aneh ini?!

"Baiklah, cari dia sampai ketemu! Kemudian, langsung bawa dia kemari untuk selanjutnya diproses lebih lanjut," Itulah yang dituturkan sang komandan. Payah, semakin lama masalahnya semakin membingungkan saja.... Kuputuskan untuk duduk sebentar sambil menenangkan pikiranku yang dari tadi kusut ini, padahal masih pagi.

Sampai hari ketiga sejak perintah itu dikeluarkan aku masih memikirkan keadaan Milla di luar sana. Oke, sekarang dua pikiran yang berlawanan muncul tiba-tiba di otakku, yang satu mengkhawatirkannya sedangkan satunya lagi masih sibuk mengutuknya sebagai pengkhianat. Namun, kira-kira aneh atau tidak jika seseorang memikirkan dua hal secara serentak?

"Permisi, ini makan siang untuk Anda," ucapan yang dilontarkan seorang penjaga sel yang lain membuyarkan pikiranku yang aneh-aneh ini. Tanpa banyak bicara lagi kusantap makan siang itu, tapi entah bagaimana tiba-tiba pikiran tentang Milla dan sebungkus marshmallow itu muncul lagi. Jadi, sambil makan kucoba hilangkan pikiran itu.

---

Dua bulan sudah berlalu, ini saat-saat paling membahagiakan buatku. Kenapa? Revolusi sudah berhasil dilaksanakan dan akhirnya kekuasaan sang pemimpin negeri kami yang sewenang-wenang itu berhasil dibinasakan berkat kelompok pemberontak yang diketuai Milla itu. Tunggu dulu, kenapa aku memikirkannya lagi? Ah, sudahlah; yang penting keadaan sudah lebih stabil. Aku pun dikeluarkan dari sel sejak itu.

Ngomong-ngomong soal Milla, akhirnya kucari dia di seluruh penjuru kota. Aku ingin minta maaf soal kejadian waktu itu karena aku tahu dialah penyebab kestabilan ini. Sudah satu jam aku mencarinya, namun hasilnya tetap nihil – sampai akhirnya aku bertemu beberapa rekan seperjuangannya. Dengan wajah yang begitu khawatir aku bertanya, "Anu, apakah kalian kelompok pemberontak itu, qiu?"

"Benar, ada perlu apa?" jawab salah satunya.

"Begini, apa aku bisa bertemu dengan ketuanya? Yang bernama Milla itu, qiu," tanyaku antusias. Tapi, kulihat ekspresi mereka malah jadi tidak menyenangkan. Dengan ekspresi demikian, aku sempat menduga ada sesuatu yang terjadi pada Milla.

"...Dia dieksekusi mati sebulan lalu...," jawab mereka pelan. Jantungku serasa berhenti berdetak begitu mendengar jawaban mereka. Aku sungguh tidak percaya akan hal ini. Ini pasti bohong, 'kan?

"Kalau kau tidak percaya, akan kuceritakan semuanya, kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri...,"

"Ayo keluar!" Seorang tentara terlihat menyeret Milla keluar. "Kau akan dieksekusi segera," Mendengar itu, ia hanya pasrah sambil berkata, "...Sebelum itu, izinkan aku menitipkan sesuatu," "Apa itu?"

Kemudian ia mengeluarkan sebungkus kecil marshmallow dari kantongnya. "Carilah seseorang dengan rambut kuning bergelombang, lalu tolong berikan ini padanya," Tentara itu hanya menerimanya tanpa ekspresi, lalu membawa Milla ke tempat terakhirnya – lapangan eksekusi.

Di lapangan tempat ia akan dieksekusi, terlihat sekelompok penembak berbaris secara horizontal. Sang tentara itu berkata kepada komandannya, "Komandan! Ia berhasil kami tangkap!" "Baiklah, ikat dia sekarang. Eksekusi akan segera dijalankan,"

Detik-detik sebelum eksekusi, para penembak itu sudah mengambil ancang-ancang menembak, menghadap Milla yang sudah terikat di sebuah tiang. Sebuah pertanyaan dilontarkan oleh komandan, "Ada kata-kata terakhir?"

"...Untuk Qiu Bi, aku minta maaf sudah meninggalkannya sendirian di dalam sel. Aku sebenarnya tidak bermaksud begitu, aku ingin menjalankan revolusi untuknya. Itu kulakukan karena dia mengingatkanku pada teman lamaku. Jika aku harus mati, aku ingin bertemu teman lamanya juga...," ujar Milla, lagi-lagi sambil menitikkan air mata, hanya saja kali ini ia tersenyum. "Itu saja,"

"Baiklah! Segera lakukan eksekusi! Tembak!!" seru komandan itu. Sekejap saja, puluhan peluru melesat dengan cepatnya, menembus tubuh pemuda berambut violet itu. Dengan senyuman kecil di wajahnya yang semakin memucat itu, serangkaian kata keluar dari mulutnya yang memerah karena darah, "...Maafkan aku, Qiu Bi, jika aku mengecewakanmu...,"

Air mata terus mengalir, membasahi wajahku yang mendadak pucat karena mendengar insiden demikian. Lantas, kuambil bungkusan kecil dari kantongku. Ya, aku mendapatkannya sebulan lalu dari seorang tentara yang sengaja mampir ke sel.

"Maaf, ada perlu apa, qiu?" "Seseorang menitipkan ini untukmu, aku lupa siapa namanya," Aku hanya terdiam sambil bungkusan itu darinya. "Baiklah, terima kasih!"

Kubuka bungkusan itu, isinya marshmallow yang masih utuh. Sudah kuduga, ini pasti dari Milla. Dasar pengkhianat itu, untuk apa ia memberikannya padaku jika ia tidak memikirkan kesengsaraanku selama di dalam sel?

"Ternyata benar dari Milla...," "Nah, kalau kau masih tidak percaya, kami ajak kau ke kuburnya. Ayo!" ajak salah satu rekannya. Sengaja kuikuti mereka untuk memastikan apakah yang mereka ceritakan itu benar atau tidak.

Setibanya di pemakaman, mereka berseru, "Nah, itu dia tempatnya!" Segera, aku bergegas ke sebuah kubur dengan sebuah nisan kayu yang tertancap di dekatnya. Di nisan itu memang tidak ada tulisannya, tapi akhirnya aku mengenalinya dengan keberadaan sebilah katana di dekatnya. Kata mereka, "Dia biasa membawa katana saat menjalankan aksinya,"

Air mataku tumpah ruah seketika. Aku pun mengutuk diriku sendiri yang sudah berpikir yang bukan-bukan tentang kepergian Milla dari sel. Aku sungguh bodoh, kenapa aku malah menuduhnya sebagai pengkhianat?! Rekan-rekannya pun kemudian meninggalkanku di pemakaman.

Tiba-tiba suara derap kaki mengalihkan perhatianku. Aku berbalik dan terlihat seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki kecil mendekatiku. Dari wajah mereka sudah bisa ditebak kalau mereka juga sedang berkabung sepertiku.

"...Sudah terlambat, Zhi Tao..., Milla sudah tidak bersama kita lagi...," ucap anak perempuan berambut silver itu. Beberapa butir air juga berjatuhan dari matanya yang berwarna rubi itu. Mendengar nama Zhi Tao, aku jadi teringat sesuatu, "Kau, kau yang bernama Zhi Yuan itu? Temannya Milla?" anak perempuan itu hanya mengangguk.

"Kami ditawan selama kira-kira dua tahun. Saat kami dibebaskan seminggu lalu, kami ingin bertemu dengannya. Tapi..., tak kusangka dia pergi secepat itu...," jelas Zhi Yuan dengan air mata yang tidak bisa tertahan lagi, begitu juga dengan adik lelakinya, Zhi Tao.

"Kakak sendiri sedang apa di sini?" tanya Zhi Tao pelan. "Kami lihat Kakak duduk sendirian di sini...,"

"Aku punya tujuan yang sama dengan kalian...," jawabku. Kemudian kupandangi nisan itu lagi, sambil membuka bungkusan marshmallow yang kudapat saat itu dan meletakkan beberapa buah di dekat nisan. "...Ini, kuberikan marshmallow ini sebagai permintaan maafku padamu.... Maafkan aku, Milla...," Tanpa kusadari, ada bisikan yang mengalun ke dalam telingaku, "Terima kasih, Qiu Bi.... Dan tolong jaga teman-temanku baik-baik, aku sudah di sini bersama Hinas...,"

"Milla? Kaukah itu?" seruku terkejut. Aku menengok ke sana kemari, namun tidak ada siapapun kecuali Zhi Yuan dan Zhi Tao. Zhi Yuan yang bingung akan reaksiku bertanya, "Kenapa denganmu?" "...Err, sepertinya cuma perasaanku...,"

"Apa maksudmu?" tanyanya, masih bingung.

"Aku mendengar bisikan, sepertinya dari Milla...," jawabku.

"Aku tidak dengar apapun di sini. Mungkin itu cuma perasaanmu saja," ujarnya. "Daripada kita terus-terusan meratap, lebih baik kita pulang...," aku mengangguk setuju, kemudian kami meninggalkan pemakaman. Selama perjalanan, sambil memakai sasarung tangan yang ia berikan tempo hari dari tadi aku terus bergumam, "Semoga kau berada di alam sana dengan damai..., bersama mereka yang gugur dengan alasan yang sama denganmu...,"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Info tambahan:
Ada beberapa representasi di dalamnya:
  • "Pemimpin negeri yang sewenang-wenang" --> Naga Hitam.
  • "Penjaga sel", "tentara" --> anak buahnya poin sebelumnya... :3

0 komentar:

Posting Komentar