Halo~ ;D
Ane balik lagi dengan berbagai posting blog nan gaje~ Sekarang ane mau ngasih fanfic lagi lantaran gak tahu mau ngapain di i-net ._.
By the way, nih fanfic terinspirasi dari salah satu chara-song Hetalia... :D
Notes and warnings:
- Dragon Warrior belongs to Bai Yi Animations.
- Genre: barangkali hurt/comfort... #dipalualaKaskus
- Rating: kira-kira K+
- Diusahakan canon (tepatnya peralihan season 1 ke season 2)
- Official names used, keyword "SpaceToon" dan "NET." ditambahkan demi kenyamanan~ ;D
- Bisa jadi OOC, diksi lebay, dll.
Sebuah pelita muncul di langit malam. Karena pelita itulah, ingatan 500 tahun itu muncul kembali. Sebuah cerita masa lalu bersama sang prajurit emas menampakkan diri dalam benak.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Malam ini adalah malam yang sungguh indah
bagiku. Kunang-kunang terbang memencar, menari ke sana-kemari. Angin malam
berhembus dengan lembut, menerpa wajahku. Belum lagi sang rembulan yang
bersinar terang benderang seakan-akan menampakkan ekspresi ramahnya padaku.
Benar-benar suasana yang amat damai.
Saat itulah tiba-tiba setitik pelita yang
kecil tapi cukup terang menerpa mataku. Kusadari bahwa pelita yang sedang
kupandangi sekarang ini sebenarnya adalah planet. Ya, itu memang planet, ia
nampak ikut memantulkan sinar surya bersama sang rembulan, namanya Venus.
Planet itu nampak bersinar dengan gemilangnya.
Sinar yang gemilang, ya? Itu
mengingatkanku pada salah satu rekanku, Qiu Bi sang prajurit dengan elemen emas
yang gemilang. Oh iya, sudah berapa lama sejak kami terakhir melihat planet itu
bersama-sama, ya? Apa barangkali lima abad, ya? Agak lucu memang kalau aku bisa
mengingat saat-saat itu dalam waktu selama itu. Pikiranku melayang padanya
ketika kutatap lekat-lekat bayangan rembulan yang terpampang jelas di permukaan
air laut.
Kuingat-ingat kembali saat-saat kami
bertemu untuk pertama kalinya, saat Ling-Ling – anak manusia yang saat itu jadi
partnerku – membawaku kembali ke tempat asal kami untuk menjalankan misi yang
cukup berbahaya tapi berskala besar. Saat itu, Qiu Bi masih sedikit pemalu.
"Eh?
S-siapa kalian...?"
"Ni
hao, aku Hinas. Yang di sebelahku ini partnerku, panggil saja Ling-Ling."
"Partner,
ya? Kau sungguh beruntung..., aku sudah ada di sini tanpa satupun manusia yang
menemaniku...."
"...Begitu,
ya? Oh iya, siapa namamu?"
"...Qiu
Bi.... Itulah namaku, qiu!"
Sifat pemalu itu memang ada pada dirinya,
tapi itu dulu. Merasa prihatin dengan keadaannya saat itu, aku jadi merasa
bertanggung jawab untuk menemaninya, sekalipun ia sudah punya bola kristal
sebagai perantara dirinya dengan partnernya yang tidak bisa ikut Ling-Ling sang
adik karena cacat permanen di kedua kakinya.
Kembali ke planet yang sedang kupandangi
sekarang. Teringat olehku saat sebuah sumpah terdengar di tempat yang kupijaki
sekarang, saat kami mencari angin sambil memandangi planet Venus dan Merkurius
setelah terlibat dalam pertarungan yang cukup menguras tenaga.
"Kau
lihat, Qiu Bi? Sinar yang dipantulkan planet itu benar-benar cerah,
bukan?"
"Benar,
qiu.... Mataku jadi segar melihatnya."
"Yah...,
kelak kau pasti jadi sama gemilangnya dengan planet itu, yang paling cerah di
sana...."
"Ah?
Benarkah itu, qiu?"
"Tentu
saja! Mungkin ada saatnya kau dianggap rendah oleh pihak musuh, tapi kau bisa
buktikan kalau kau lebih hebat dari yang mereka kira!"
"..."
"Kalau
begitu, bersumpahlah padaku untuk berusaha jadi lebih baik! Dan lampaui aku
kalau bisa!"
"...Hao!
Aku pasti akan berusaha, qiu!"
Kalau mengingat peristiwa itu, entah
kenapa mataku jadi terasa basah. Apalagi kalau mengingat peristiwa saat kami
melawan sang raja kegelapan dan kami bersama empat rekan kami yang harus
menerima konsekuensinya: mati dan kembali menjadi telur. Yah..., memang sebuah
keberuntungan kalau kami dilahirkan kembali dengan bantuan 12 Naga Zodiak.
Dengan begitu, aku masih punya kesempatan untuk mengajarinya banyak hal lain.
Sudah berapa lama sejak semua itu
terjadi, ya? Sepertinya aku tidak menyadari adanya perubahan yang ada pada Qiu
Bi sejak semua partner manusia kami kembali ke dunianya. Itu terjadi karena
kami sempat terpisah satu sama lain, ketika seluruh kaum naga menikmati
perdamaian yang kami berenam peroleh sebelum raja kegelapan itu bangkit lagi
untuk kedua kalinya.
Semua itu berlangsung sekitar dua-tiga
abad, sebelum akhirnya kami berenam – termasuk Qiu Bi tentunya – berkumpul di
sebuah bangunan megah. Di sana, kami dinobatkan sebagai 6 dewa naga astronomi.
Pada saat itu, aku paham perasaan Qiu Bi yang merindukan partnernya.
"Hinas...."
"Hm?"
"Akhirnya
kita bisa bertemu lagi setelah terpisah selama tiga abad, qiu. Apa kau
merindukan partnermu?"
"Tentu
saja, Qiu Bi. Kau juga begitu, 'kan?"
"Yah...,
aku sangat merindukannya. Kau tahu 'kan kalau kami hanya bertemu satu
kali?"
"Aku
paham perasaanmu, Qiu Bi. Tapi, tidak mungkin 'kan, kalau manusia bisa hidup
lebih dari seabad?"
"...Kau
benar, qiu...."
"...Tapi,
tenang saja.... Mungkin keberadaanku dan teman-teman yang lain bisa mengobati
rasa rindumu...."
"...Xie
xie, qiu...."
Kuhirup angin malam dalam-dalam, lalu kuhembuskan
kembali. Kuarahkan pandanganku kembali ke pelita kecil – baca: planet Venus –
yang dari tadi tidak kekurangan kecerahan sedikitpun. Aku masih mengingat
kenang-kenangan itu saat tiba-tiba suara yang cukup nyaring masuk ke syaraf
pendengaranku.
"Wei!! Aku mencarimu dari tadi, di
sini kau rupanya, qiu!" Itulah suara yang baru saja membuyarkan lamunanku.
Kubalikkan wajahku ke sumber suara itu, dan kulihat Qiu Bi sudah berdiri tidak
jauh dariku.
"Ah, rupanya kau, Qiu Bi...,"
balasku dengan nada yang agak... malas.
"Sedang apa kau di sini, qiu...? Oh,
itu 'kan...," ucap Qiu Bi begitu melihat planet yang sedari tadi
kupandangi. Ia pun berjalan ke arahku.
"Itu planet yang kita lihat lima
abad lalu, tentunya kau ingat, bukan?" tanyaku, memastikan bahwa Qiu Bi
mengingatnya.
"Ya, aku ingat, qiu! Tapi..., kenapa
planet yang kelihatan cuma satu? Bukankah waktu itu kita lihat dua planet,
ya?" Mendengar pertanyaannya, aku hanya terdiam sambil pelan-pelan
merasakan setetes air yang turun dari mata kananku.
"...Mungkin kali ini kecerahan
planet Merkurius mulai berkurang akhir-akhir ini...," jawabku pelan sambil
sedikit mengusap wajahku.
"Err..., Hinas? Ada apa denganmu,
qiu? Akhir-akhir ini kau sering menangis...."
"...Itu bukan apa-apa, Qiu Bi...,
kecuali...," Aku mengambil jeda di antara omonganku, dan sepertinya Qiu Bi
penasaran akan apa yang akan ia dengarkan selanjutnya. "...aku senang
melihat perubahanmu sekarang...."
"Oh, itu.... Hah?! Aku tidak
merasakannya, qiu!" sahut Qiu Bi tiba-tiba. Aku hanya tersenyum sambil
meneruskan, "Benar, kau memang sudah banyak berubah. Kalau
kulihat-lihat..., kau sudah lebih pintar dan tangguh dariku...."
"Jadi?" tanya Qiu Bi, menunggu
kesimpulan dariku.
"Kau sudah menepati janjimu, Qiu Bi.
Kau sudah bisa melampauiku begitu jauh," jawabku sambil menepuk pundaknya.
Akhirnya ia tersenyum juga.
Pada saat itu juga, segumpal awan kelabu
menyingkir dari sang rembulan, memberi kesempatan bagi sang rembulan untuk
memancarkan sinar damainya dibantu oleh Venus, bahkan sampai memantul di
hamparan air laut yang begitu jernih. Melihat itu, aku berbisik pada Qiu Bi,
"Lihatlah, Qiu Bi. Pancaran sinar yang sungguh indah, bukan?"
"...Kau benar, qiu...."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
0 komentar:
Posting Komentar