Konnichiwa~! :D
Sekarang gue mau ngasih fanfic crossover lagi, kali ini Hetalia dengan Dragon Warrior, karena kebetulan gue lagi suka banget sama dua fandom ini~ X3. Belum lagi kulihat sifatnya si Alfred (USA) dan Arthur (UK) kurang lebih miriplah dengan Tian Le dan Ouw Yang Ling a.k.a. Ling-Ling :D.
Notes and warnings:
- Dragon Warrior belongs to Bai Yi Animation.
- Hetalia belongs to Hidekazu Himaruya.
- Genre: barangkali adventure dengan sedikit bumbu humor
yang garing~ - Nama chara DW ditulis dengan cara orang Indonesia, sekalian nambahin keyword "SpaceToon" dan "NET." biar gampang dicari.
- Para chara Hetalia pake nama orang semua.
- Be careful! This contains very slight USUK! >:D
- FF rating-nya mungkin K+ atau T (karena 'kebiasaan buruk' Arthur itu~)
- Kemungkinan kesalahan informasi atau ke-OOC-an tetap ada.
Alfred dan Arthur tersesat di dunia naga tempur dan bertemu sepasang naga kecil. Mereka pun bersama-sama mencari cara untuk kembali ke World Academy. Dan siapa yang akan menyangka kalau mereka akan bertempur bersama?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dua pemuda terlihat sedang mondar-mandir
di Hutan Sesat. Yang satu berambut dirty blond dengan ahoge dan juga
berkacamata – Alfred Foster Jones – sedangkan yang satunya lagi berambut pirang
acak-acakan serta beralis 6 lapis – Arthur Kirkland. Kalau melihat apa yang
sedang mereka lakukan, jelas dong kalau mereka tersesat di situ, namanya saja
Hutan Sesat....
"Kau lihat? Ini semua salahmu karena
sudah mengajakku main game itu di laptopnya Eduard, tahu?" keluh Arthur
pada Alfred.
"Oi, jangan salahkan hero ini,
ye.... Salahkan Mei yang waktu itu pertama ngajak kita main game itu,
oke?" bantah Alfred.
"Halah, kau itu cari-cari alasan
saja, git. Lagian, kenapa sih aku dikasih elemen air segala? Aku 'kan maunya
elemen tanah...," kata Arthur sambil memandangi alat naga tempurnya.
"Ya iyalah, biar pikiranmu yang
tukang nyerapah itu larut sama air~" jawab Alfred menggoda. Arthur hanya
bisa membatin, "Sialan kau, bloody git..."
---
Flashback
mode: on
Suatu hari di sekolah bernama World
Academy, atau akrab disebut sebagai Hetalia Gakuen, Mei menghampiri Alfred dan
Arthur di kelasnya.
"Ni hao~ Kalian lagi ngapain?"
tanya Mei dengan manisnya.
"Gak ada. Apaan tuh yang ada di
tanganmu?" Arthur balik bertanya. Alfred juga menimpali, "Alat buat
main game?"
"Oh, betul sekali. Alat ini dipakai
buat main game online, tapi disambung dulu dengan kabel," jelas Mei.
"Wah..., menarik juga, tuh. Gimana,
Thur? Kita main game itu, yuk!" ajak Alfred girang. Arthur hanya menjawab,
"Boleh saja,"
"Oke! Nih, alatnya sama tiga kartu,
masing-masing buat kalian!" kata Mei sambil menyodorkan dua alat naga
tempur beserta enam kartu tempur pada duo pirang itu. Ia pun mengambil secarik kertas dan menuliskan sebuah alamat web di dalamnya, lalu menyerahkannya kepada Alfred dan Arthur.
"Thanks, ya!"
"Sama-sama. Aku balik ke kelas dulu,
ya? Daah~" kata Mei sambil berlalu. Alfred dan Arthur hanya membalas dengan
lambaian tangan.
"Eh, Arthur! Besok 'kan Eduard bawa
laptop ke sekolah. Kita coba di situ, oke?" saran Alfred.
"Pake laptopnya Eduard? Bukannya
punyamu ada?"
"...Laptopku rusak...," jawab
Alfred sambil nyengir kuda.
Keesokan harinya, tepat seperti yang
diharapkan, Eduard membawa laptopnya. Oke, sekarang tinggal pinjam saja, pikir
mereka.
"Eduard, boleh tidak kami pinjam
laptopmu? Sebentar saja, kok...," pinta Alfred.
"Oh, mau pinjam? Boleh, sekalian
jaga laptopku, oke? Aku ada urusan sama Toris dan Raivis di kelasnya,"
jawab Eduard sambil meninggalkan mereka di kelas. Nah, saat-saat yang ditunggu
tiba juga....
"Ayo, Thur! Buka websitenya!"
pinta Alfred tidak sabaran sambil memegang kertas berisi alamat web yang ditulis Mei kemarin.
"Sabar dulu, git! Koneksinya kayak
gelombang laut, nih! Pasang surut!" jawab Arthur dengan kasarnya. Tak lama
kemudian, "Nah, akhirnya kebuka juga...,"
Kemudian mereka menyambungkan alat naga
tempur mereka ke laptop itu, dengan menggunakan kabel yang ada di dalamnya.
Sekejap, tubuh mereka diliputi cahaya yang cukup terang. Alfred yang mengetahui
akan terjadi sesuatu dengan mereka segera menggenggam tangan Arthur erat-erat.
Melihat itu, dengan wajah yang memerah Arthur berusaha memberontak sambil
berkata, "Apa yang kau lakukan, bloody git?! Lepasin tanganku!"
"Kalau tidak kupegang tanganmu, nanti kita malah terpisah saat masuk ke
situ, tahu?!"
Tunggu sebentar...
Tunggu sebentar...
Tunggu sebentar...
Uapah?! Masuk ke dalam game itu katanya?!
Memangnya bisa?! Dalam waktu kurang dari 10 detik, mereka sudah menghilang dari
depan laptop.
Sekitar 15 menit kemudian, Eduard sudah
kembali ke tempat asalnya, diikuti Toris dan juga Raivis. Tiba-tiba ia terkejut
saat Alfred dan Arthur sudah tidak ada di depan laptopnya. Spontan saja
wajahnya berubah bingung, "Mereka pada ke mana, sih? Mana habis main game
tidak pake ditutup pula...,"
---
Flashback
mode: off
Kita kembali ke saat duo pirang itu
nyasar di Hutan Sesat. Kali ini cuma Arthur yang masih mondar-mandir tidak
jelas, sedangkan tampaknya Alfred sudah capek mondar-mandir selama 25 menit.
"Oi, apa kau tidak capek jalan-jalan
kayak gitu terus? Aku saja tidak sanggup," ujar Alfred.
"Ergh..., diam kau, hamburger freak!
Aku masih mikir gimana caranya keluar dari sini, tahu!!" bentak Arthur. Ia
tidak menyadari keberadaan dua makhluk di belakangnya.
"Kalian mau keluar dari sini? Kami
bisa kasih tahu caranya, gulu~" ucap salah satu makhluk itu.
"Tenang saja, tidak akan ada
masalah, kok...," ucap makhluk yang satunya lagi. Arthur yang sempat
tersentak membalikkan pandangannya ke belakangnya, begitu juga dengan Alfred.
Terlihatlah oleh mereka dua naga kecil, yang satu warnanya oranye dan bertanduk
– Taliku – sedang yang satunya lagi berwarna biru tua dan berjalan dengan empat
kaki – Dainase.
"Kalian siapa?" tanya Arthur
dan Alfred bersamaan. Taliku menjawab, "Namaku Taliku, sedangkan yang ini
temanku, namanya Dainase," Duo pirang itu hanya ber-oh ria mendengarnya.
Lalu, mereka memperkenalkan diri.
"Panggil saja aku Alfred si hero~
Dan yang alisnya kayak wafer ini, panggil saja Arthur," jelas Alfred.
Arthur yang mendengar Alfred ngomongin alisnya langsung mengancam, "...Apa
perlu aku jejelin 3 buah scone buatanku ke mulutmu sekaligus, hah...? Jangan
kira aku tidak bawa, ya? Saat kita kemari aku masih bawa tas dengan scone di
dalamnya,"
Dainase yang mendengar kata scone segera
bertanya, "Err..., scone itu apaan, sih?"
"Itu roti tanpa ragi. Mau coba
buatanku?" tawar Arthur. Dainase hanya mengangguk.
"Eit, jangan langsung terpengaruh,
teman~ Sebenarnya scone-nya itu..., umph!!" jelas Alfred yang harus
berakhir karena Arthur membekap mulutnya. "Ngomong lagi, kupaksa kau buat
duduk di kursi Busby itu, ngerti?"
Kemudian, ia menyodorkan sebuah scone pada Dainase.
"Ayo dicoba," tawar Arthur
lagi. Dainase kemudian memakan scone itu, namun hanya satu gigitan karena ia
juga memikirkan kata-kata Alfred tadi. Tak lama kemudian, ia mengangkat
wajahnya sambil berkata, "...Enak, kok...,"
Taliku yang bingung akan ekspresinya
bertanya, "...Dainase, ke-kenapa mukamu jadi masam begitu, gulu...?"
"Ikut aku sebentar, ayo," ajak Dainase. Lalu mereka beranjak sejauh
beberapa meter dari Alfred dan Arthur.
"Gimana rasanya, gulu?" tanya
Taliku semakin penasaran.
"...Jujur saja, rasanya agak
aneh...," jawab Dainase dengan wajah agak muram.
"Tapi kenapa kau tadi bilang
enak...?" "Aku gak mau dia sakit hati, lagian kalau dia sakit hati
bisa-bisa dia nyerapah lagi...," Taliku sweatdrop begitu mendengar jawaban
Dainase. Ckckck, kayaknya dia terlalu baik di sini, pikirnya. Mereka tidak
menyadari kalau dari tadi Arthur memperhatikan mereka.
"Kalian ngomongin aku, ya?"
tanya Arthur dengan sedikit aura hitam di sekitarnya. Melihat itu, Taliku dan
Dainase menggeleng ketakutan. Melihat itu, Alfred langsung berkata, "Oi,
katanya kita mau pulang..., kenapa jadinya bengong gak jelas gini,
sih...?"
"Iya juga, sih.... Eh, tadi kalian
bilang kalian bisa antar kami keluar dari sini, 'kan?" tanya Arthur.
Taliku menjawab, "Oh, kalau soal itu ikut kami saja dulu, gulu~"
Lalu, mereka berempat segera meninggalkan Hutan Sesat untuk mencari jalan
keluar ke dunia manusia. Mereka tidak menyadari kalau mereka sebenarnya sedang
diawasi dari suatu tempat melalui sebuah cermin.
"Hmm..., ada dua manusia yang nyasar
kemari. Akan kuuji mereka sebentar, baru mereka bisa pulang," ucap sang
empunya cermin itu.
---
"Apa masih jauh? Sudah gak sanggup
jalan, nih...," keluh Arthur sambil berjalan bersama 3 temannya.
Sebenarnya mereka sudah naik kereta, tapi mereka juga harus berjalan beberapa
puluh meter dari stasiun terakhir.
"Hei..., jangan pada ngeluh,
dong.... Kayak aku nih, yang hero~" respon Alfred dengan angkuhnya.
"Hero, hero..., di tempat seperti
ini mendingan tidak usah bicara gituan, deh. Lama-lama aku sumpahi kau disambar
petir, loh...," ancam Arthur. Sekejap saja, petir menyambar dengan
kerasnya dan nyaris mengenai Alfred. "Tuh 'kan? Sudah dibilang langsung
terjadi...,"
"Alfred! Lihat, ada sesuatu di atas
sana, gulu!" seru Taliku sambil menunjuk ke langit. Terlihat oleh mereka
sesosok makhluk yang terbang di langit yang penuh awan hitam. "Itu 'kan
Naga Listrik?!"
"Naga Listrik? Bagaimana kau
menyebutnya begitu sedangkan dia lebih terlihat seperti ikan pari?!" tanya
Arthur tidak percaya. Ia tidak melihat makhluk itu melancarkan serangan ke
arahnya.
"Ah! Awas!!" pekik Taliku dan
Dainase sambil mendorong Alfred dan Arthur sampai mereka jatuh. Nyaris saja
mereka ikut kena serangannya.
Tanpa sengaja, Alfred menempelkan tangan
kanannya ke alat naga tempurnya. Saking paniknya, ia sampai celingukan mencari
Taliku dan tanpa ia sadari, sesosok makhluk yang cukup besar mendekatinya.
"What the bloody hell?! Siapa lagi nih makhluk?!" teriak Arthur
sambil melontarkan kata-kata 'keramat'nya lagi tanpa sadar (baca: latah).
"...Tenang dulu, Arthur. Itu cuma
Taliku, kok. Dia baru saja berevolusi...," kata Dainase menenangkan.
"Kalau begitu, masukkan aku ke evolusi tempur. Ayo!"
"Gimana caranya, git?!"
"Taruh saja telapak tanganmu ke alat naga tempurmu!" Arthur langsung
melakukannya. Tak lama kemudian, Dainase sudah muncul di depannya dengan
keadaan yang sama dengan Taliku.
"Kalau kalian sudah begini, kita
ngapain nih?" tanya Alfred tanpa ekspresi. Taliku hanya menjawab
pertanyaannya sambil facepalm, "Ya ampun..., tentu saja kita lawan
dia...,"
"Dasar hamburger freak, begitu saja kau
tidak tahu...," kata Arthur sambil sweatdrop. Alfred cuma garuk-garuk
kepalanya yang (tidak) bebas ketombe itu.
Naga Listrik mulai melancarkan
serangannya lagi. Melihat itu, Taliku dan Dainase tidak diam saja – mereka
membawa Alfred dan Arthur ke tempat yang dirasa aman. Duo pirang itu mulai
merasa kalau mereka sedang dalam masalah besar.
"Wah, bagaimana ini? Lagian, ini
pertama kalinya kita kemari...!" kata Alfred sambil memeluk Arthur dalam
keadaan panik. "Woy, bloody git! Untuk kelima kalinya, minggir
dariku!!" bentak Arthur sambil memberontak.
"Bukannya kalian punya kartu tempur?
Cepetan dipakai!" seru Dainase. "Dainase benar, gulu! Alfred, ambil
satu kartu lalu masukkan ke alatnya! Cepat!" pinta Taliku panik.
Segera saja, Alfred mengambil salah satu
kartu tempur dari kantongnya. Lalu, kartu itu ia masukkan ke alat naga
tempurnya. Dalam beberapa detik saja, nyala api terlihat mengarah ke Naga
Listrik dan akhirnya ia terjatuh. Arthur yang bingung bertanya pada Alfred,
"Kartu apaan sih, yang baru kau masukkan?"
"Err..., tadi di situ tertulis...
'Jurus Api Partisen'...," jawab Alfred. Tiba-tiba Taliku menyahut,
"Arthur! Sekarang giliranmu!" "Oke!" jawab Arthur.
Lalu, ia mengambil salah satu kartu
tempurnya. Di situ tertulis, 'Formasi Ninja: Jurus Membelah Tubuh'. Arthur
sweatdrop begitu melihat kata 'ninja' di dalamnya. "Kok aku malah terpikir
si Kiku, ya?" Tanpa buang-buang waktu lagi, ia segera memasukkan kartu itu
ke alatnya. Beberapa detik kemudian, Dainase sudah nongol bareng empat klonnya.
"Bagus! Teman-teman, kita serang
dia!" seru Dainase, disambut dengan deheman dari klon-klonnya. Mereka
segera menyerang Naga Listrik secara bersama-sama, dengan jurus yang sama pula –
Jurus Meriam Air. Akibatnya, Naga Listrik sudah pada sekarat, dan akhirnya ia
menghilang. Taliku dan Dainase pun kembali menjadi naga kecil.
"Jiah..., ini sih terlalu
mudah~" ucap Alfred dengan entengnya. Yang lain hanya menatapnya tanpa
ekspresi.
"Heh, jangan pada senang dulu, ye?
Kalau bukan karena instruksi mereka, kita berdua pasti sudah tidak ada di sini
lagi, ngerti?!" kata Arthur dengan kasarnya. Alfred hanya cemberut
mendengarnya. "Dah, mending kita lanjutkan perjalanan kita!"
---
Di Istana Sesat, sesosok naga tempur
berwarna hijau kebiruan – Naga Langit – sedang asyik bercermin, tidak menyadari
keberadaan kawan sejenisnya yang berwarna ungu-biru neon – Naga Botol – tepat
di belakangnya. "Hei! Terlalu kau..., saking asyiknya bercermin
sampai-sampai kau tidak menganggapku ada...," "Oh, maaf.... Aku
sungguh tidak tahu kau ada di situ.... Nah, kau mau apa~?" tanya Naga
Langit (sok) halus.
"Coba kau lihat ke luar sono! Ada
tamu, tuh!" jawab Naga Botol sambil menunjuk ke balkon. Segera saja, Naga
Langit berjalan ke situ, dan coba tebak apa yang dilihatnya – dua manusia
beserta dua naga kecil berjalan ke arah Istana Sesat. Akhirnya, ia memutuskan
untuk keluar menjemput mereka.
"Oh, kupikir siapa..., ternyata
kalian, toh...," ucap Naga Langit begitu ia bertemu Taliku dan Dainase,
tentu saja bersama Alfred dan Arthur.
"Tentu saja, gulu~" jawab
Taliku. Dainase juga menimpali, "Apa kau bisa antarkan dua pemuda ini
balik ke dunia manusia?"
"Ya iyalah~ Tapi dengan satu
syarat," kata Naga Langit.
"Apa itu?" tanya Alfred.
"Katakan kalau aku ini tampan,
oke~?" jawab Naga Langit lengkap dengan background bling-bling aka
sparkles. Arthur jadi double-sweatdrop mendengarnya, "Emang dasar nih
makhluk, persis banget sama si bloody frog...," pikirnya.
"Baiklah, baiklah.... Aku cuma
becanda, kok~ Oke, ayo ikut aku. Akan kuantar kalian berdua pulang," ujar
Naga Langit sambil berbalik. Alfred, Arthur, Taliku, dan Dainase mengikutinya
dari belakang. "Kulihat kalian berhasil melumpuhkan Naga Listrik,
ya?"
Alfred dan Arthur yang mendengar itu
terkejut, lalu bertanya, "Kenapa kau bisa tahu?" "Jadi, kau yang
mengirimkan makhluk aneh itu pada kami, ya?"
"Kalau iya, memangnya kenapa?"
balas Naga Langit santai. Jduarr!! Sekarang mereka berasa kesambar petir
betulan mendengar jawabannya barusan. "...Shit...," umpat Arthur
dalam hati.
Tak lama waktu berselang, mereka berlima
sudah sampai di ruangan utama. Terlihat oleh mereka Naga Botol yang asyik
bengong sendirian. "Kenapa kau melamun sendiri, he? Kau baru putus sama
Naga Bintang, ya...?" Mendengar itu, dengan wajah memerah Naga Botol hanya
menjawab, "...Kepo amat sih, kau ini..., bukan urusanmu...," Taliku
dan Dainase hanya cekikikan gak karuan.
Sebuah cermin terpampang di sudut
ruangan. Arthur yang penasaran berjalan ke cermin itu. Coba tebak apa yang dia
lihat? Bayangannya? Bukan – dilihatnya sebuah pemandangan lain, seolah-olah ia
melihat bola kristal yang sering dipakai para peramal. "Ini cermin atau
apa, sih?" tanyanya.
"Oh, aku belum bilang soal cermin
itu, ya?" Arthur hanya menggeleng, begitu juga dengan Alfred. "Kalian
bisa melihat pemandangan apa saja dengan itu," "...Kalau begitu, kami
mau lihat sekolah kami!" Naga Langit menyanggupinya, kemudian diaturnya
cermin itu sehingga terlihatlah World Academy di situ.
"Wah..., kayaknya kita memang harus
pulang, nih. Nampaknya yang lain sudah pada khawatir...," ucap Alfred.
Arthur ikut menimpali, "Betul sekali! Oi, ayo lakukan sesuatu supaya kami
bisa pulang!"
"Tunggu dulu, tidak perlu
terburu-buru begitu~" respon Naga Langit sambil mempersiapkan senternya.
"Nah, persiapannya selesai! Kalian berdua, kemarilah," Tanpa banyak
omong lagi, Alfred dan Arthur berjalan ke depannya.
"Perhatikan senter ini, ingatkan aku
kalau kalian sudah dapat tempatnya," kata Naga Langit sambil tetap
memegang senternya. Tiba-tiba Arthur menyahut, "Itu dia kelas kita!"
"Baiklah, kalian akan kusenter sekarang. Jangan bergerak!"
Roda yang ada di senter itu langsung
berputar. Seberkas cahaya tampak keluar dari situ, mengarah ke Alfred dan
Arthur. Menyadari mereka akan pergi, mereka berkata, "Selamat tinggal,
Taliku dan Dainase!" "Semoga lain kali kami bisa ketemu kalian
lagi," Sang objek pembicaraan terkejut karena baru kali ini duo pirang itu
menyebut nama mereka. Tak lama kemudian, Alfred serta Arthur berangsur-angsur
menghilang.
"Kau dengar itu, Dainase? Mereka
menyebut kita dengan nama kita, gulu!" "Iya, kau benar,"
---
Di sebuah ruangan kelas, terlihat tiga
orang yang mengerumuni dua orang berambut pirang – Alfred dan Arthur. Mau tahu
apa yang terjadi? Rupa-rupanya mereka berdua tergeletak di lantai kelas. Begitu
bangun, mereka tersentak, "Eh? Kenapa kalian ada di sini?"
"Ya ampun, kami tadi cari-cari
kalian sampai keluar sekolah, ternyata di sini, aru..." kata Yao khawatir.
Ivan pun menimpali, "Iya, kalian ke mana saja, da?"
"Anu..., kami tadi masuk ke game pas
main game di laptopnya Eduard, dan kami juga ketemu dua naga kecil...,"
jelas Arthur. Tiba-tiba Yao menyela, "Tunggu, aru! Siapa yang pertama
ngajak kalian main game itu, aru?" Alfred segera membalas, "Mei yang
ngajak..., memangnya kenapa?" "...Err..., gak apa-apa, aru..."
"Okelah, mon ami~ Lebih baik kita
cepat ke rumahnya Ivan, katanya kita mau kerja kelompok~?" ajak Francis
memotong pembicaraan. Empat sisanya hanya mendehem setuju, kemudian mereka
bergegas keluar dari sekolah. Selama perjalanan, Alfred dan Arthur tidak sabar
melihat reaksi Mei saat mereka ceritakan pengalaman mereka selama mereka nyasar
di dunia naga tempur, pastinya dia bakal tidak percaya mendengarnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Gimane? Panjang? Yah..., gue sih maunya ada klimaks yang bagus, tapi kayaknya malah gak berasa sama sekali.... -_-
0 komentar:
Posting Komentar